UNKHAIR, Warisan tradisional Maluku Utara, Rorano, ramuan yang secara turun-temurun digunakan perempuan pada masa pra dan pasca melahirkan, kini dikaji melalui pendekatan ilmiah.
Kuliah tamu yang digelar Ternate Heritage Society (THS) ini bertujuan meneliti kandungan dan manfaat kesehatan Rorano secara lebih terukur, sekaligus menjembatani kearifan lokal dengan riset modern.
Kegiatan bertajuk “Rorano dan Perempuan: Pra dan Pasca Melahirkan” diikuti puluhan mahasiswa dari Program Studi Teknologi Hasil Pertanian (THP), Fakultas Pertanian, dan Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Khairun (Unkhair). Bertempat di Aula Nuku, Kampus II, Ternate.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan yang diselenggarakan dengan dukungan penuh dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XXI.
Kuliah tamu menghadirkan para ahli dengan perspektif lintas disiplin. apt. Fahmi Sadik, M.Farm membahas farmasi bahan alam, apt. Nurasma Somadayo, M.Farm menyoroti farmakologi, dan Dr. Hasbullah, S.TP., M.Sc mengulas aspek etnobotani serta pelestarian budaya melalui pendekatan ilmiah.
Ketua Panitia Pelaksana, Lin Tomaito, menjelaskan kuliah tamu bertujuan menjembatani pengetahuan tradisional Rorano dengan validasi ilmiah kontemporer, khususnya terkait manfaatnya bagi kesehatan perempuan.
“Pengetahuan tradisional seperti Rorano adalah harta karun dan identitas budaya kita. Melalui kegiatan ini, kami ingin menunjukkan bahwa praktik leluhur perempuan Maluku Utara memiliki dasar ilmiah yang kuat, terutama dalam memperkuat kesehatan ibu,” ujar Lin Tomaito.
Selain itu, kegiatan ini juga menjadi langkah awal untuk mendorong penelitian lebih lanjut dan integrasi pengobatan alami ke dalam sistem kesehatan modern.
Pada sesi paparan, para pemateri memaparkan hasil analisis fitokimia yang mengidentifikasi senyawa aktif dalam bahan Rorano, yang memiliki efek anti inflamasi dan antioksidan, mendukung pemulihan tubuh serta peningkatan stamina, sebagaimana diyakini dalam praktik tradisional.
Kuliah tamu ini juga menekankan peran perempuan sebagai penjaga pengetahuan lokal. Mereka bukan hanya peracik ramuan, tetapi juga pelestari tradisi yang diwariskan turun-temurun.
Dari perspektif budaya, diskusi menyoroti dimensi spiritual dalam peracikan Rorano. Doa dan ritual yang menyertainya dianggap sebagai bentuk keseimbangan antara raga, batin, dan alam—pandangan yang kini mulai mendapat perhatian dalam kajian ilmiah multidisiplin.
Antusiasme mahasiswa terlihat tinggi sepanjang kegiatan. Peserta aktif berdiskusi dan mengajukan pertanyaan terkait peluang penelitian bahan alam lokal.*
_______________________________________
Rilis: THS |Editor: Polo |Foto: Panpel