FKPTPI City Tour Ke Tidore, Unkhair Kenalkan Objek Wisata Sejarah

Unkhair. Sebanyak 150 peserta Seminar dan Pra Lokakarya Nasional Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia (SEMILOKNAS-FKPTPI) Se-Indonesia city tour (tur kota) ke Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Kamis 24/08/2023. Lokawisata itu, diinisiasi tuan rumah Fakultas Pertanian, Universitas Khairun (Unkhair).

Turut serta dalam rombongan city tour yakni Guru Besar (GB), dekan, dan dosen Fakultas Pertanian (Faperta) dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di kawasan Timur Indonesia, tak ketinggalan Orachos Napasituwong, PhD, Kasetsart University, Thailand, ikut dalam perjalanan wisata. Field trip kali ini rombongan memilih rute melalui jalur tol laut dengan menaiki kapal pelni KM. Sabuk Nusantara 86 di Dermaga A. Yani, Kota Ternate, Maluku Utara.

Perjalanan wisata ke Tikep boleh di bilang ‘Ice breaking‘ dari peserta FKPTPI yang sebelumnya sehari full mengikuti kegiatan di Sahid Bela Hotel, Ternate. 2 jam sebelum kapal bertolak dari dermaga, rombongan tak mau melewatkan momen, walau terik mentari pagi ‘membakar’ tak menyurutkan semangat, mereka mengabadikan spot-spot selfie instagramable, Snack Video, dan TikTok dengan mengambil view hijau laut, dan indahnya terbentang Pulau-Pulau Halmahera, serta gunung vulkanik Gamalama yang memiliki ketinggian mencapai 1.715 meter di atas permukaan laut.

Sekitar Pukul 09.00 kapal bertolak dari dermaga A. Yani, rombongan secara bergantian, Fai sapaan akrab dari Abdul Rivai (Fotografer Humas Unkhair) harus membantu mengambil gambar satu demi satu dari rombongan FKPTPI.Tepatnya, Pkl 10.30 tiba di Dermaga Trikora, Goto Kelurahan Indonesiana, kota yang kerap disebut negeri seribu Jin, itu dikenal salah satu penghasil rempah-rempah, yang pernah di gempur bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda pada abad itu, rombongan kembali melanjutkan perjalanan menggunakan 2 unit Bus Dinas Perhubungan (Dishub) milik pemerintah Kota Tikep.

Rute pertama dikunjungi rombongan adalah Kedaton Kesultanan Tidore. Tiba di Kedaton, tak jauh dari pelabuhan, rombongan disajikan ‘Kopi dabe’, minuman kopi khas tradisional Tidore, racikannya berasal dari rempah-rempah. Kota Tikep diketahui memiliki objek wisata alam, dan objek wisata peninggalan sejarah. Selain objek wisata, Tidore punya cerita pelayaran mengelilingi dunia yang melegenda.

Tak sempurna mendiskusikan sejarah di Maluku Utara, tanpa melibatkan sejarah Tidore, sebuah pulau kecil mungil nan asri, terletak  di kaki Gunung Kie Matubu (Gunung Tidore), gunung tinggi dari kejauhan terlihat hamparan hijau pohon rempah-rempah, cengkih, dan pala tumbuh subur bak tanaman liar. Bersama rombongan FKPTPI menginjakkan kaki pertama di Kelurahan Sosia, Tidore Kepualauan, suasana terasa begitu teduh, nyaman, damai, dan kelihatan deretan rumah berjejer dipagari rapih, dan beragam warnah chat sepanjang jalan rombongan menuju Kedaton Kesultanan Tidore.

Begitu memasuki Kedaton Kesultanan Tidore, di sambut Jou Jau (Perdana Menteri) Amin Faruk, Kesultanan Tidore, Amin Faruk, para rombongan FKPTPI dipersilahkan naik ke lantai 2 Kedaton, sebelum masuk, kaum Hawa dipersilahkan memakai sarung berwana kuning keemasan, menutup area aurat. Selanjutnya, rombongan di pisah, khusus perempuan duduk di kursi posisi kiri, begitu juga pria menduduki kursi yang disediakan di samping kanan. Sementara di kursi  menghadap rombongan ditempati, Perdana Menteri (PM) Kesultanan Tidore, Wakil Rektor III Bidang Kerjasama, Kemahasiswaan, dan Alumni, Abdul Kadir Kamaluddin, Sp. M. Si, Dekan Fakultas Pertanian, Unkhair Dr, Ir. Lyli Ishak, M.Si.,M.Nat. Res, serta Prof. Dr. Ir, Suntoro, M.Si Mewakili Sekjen FKPTPI.

 

Selanjutnya, peserta FKPTPI mengiktui penjelasan oleh PM. Amin Faruk, sambil menikmati meneguk ‘kopi dabe’, minuman kopi, dan  hidangan kue tradisional,khas Tidore. Suasana keakraban, dan kehangatan ketika para rombongan di beri penghormatan, selanjutnya mendengar cerita yang mnelegenda dari Kesultanan Tidore. Berikut

Kalajengking Mematikan

Kesultanan Tidore berdiri sejak 12 Rabiulawal 502 Hijriah, bertepatan 1108 Miladia. Kerajaan tertua adalah Kerajaan Majapahit, dan Sriwijaya, namun kini tidak eksis lagi, kecuali Kerajaan Tidore, bahkan 12 April 2024, Kesultanan Tidore telah berusia 9012 tahun. Kesultanan Tidore memiliki wilayah daratan Halmahera, yang kini menjadi Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur, Ibukota Provinsi Maluku Utara, Sofifi, Papua Kepulauan Raja Ampat, Papua Nugini, dan Papua seanteru, barulah abad ke 15, Sultan Tidore ke 10 Al Mansur memutuskan meletakkan tapal batas antara Papua Nugini dengan Papua Barat.

Mulanya, pembangunan Kedaton Kesultanan Tidore terbilang memakan waktu lama. Awal pembangunan dari Kedaton Kesultanan Tidore, berbagai tukang bangunan ikut andil, para tukang tersebut datang dari berbagai wilayah, di antaranya Raja Ampat Papua, Maba, Ibukota Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), Kecamatan Patani, dan Weda yang kini menjadi Ibukota Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng). Kala itu Arsitektur bangunan Kedaton disebutnya  ‘Lang Kie Jiko Sorabi’ yang dikerjakan oleh sosok Kepala Tukang bernama Kipu Bela Toduho.

Kerja keras Muhammad Tahir Muijuddin (1810-1821), membangun Kedaton Kesultanan Tidore, dan menariknya  arsitekturnya berbentuk/ menyerupai Kalajengking Jantan. Jou Jau (Perdana Menteri) Kesultanan Tidore, Amin Faruk, mengungkapkan orang Tidore menyebutnya ‘Hai Mole’. Ketika dalam proses pembangunan Kedaton, Sultan wafat, selanjutnya pembangunan pun kembali dilanjutkan oleh Sultan Ahmadul Mansyur Sirajuddin bersama Sultan Ahmad Syafiuddin, barulah sekitar 50 tahun lamanya, pembangunan Kedaton Tidore akhirnya kelar.

PM Amin menyampaikan, ketika rombongan FKPTPI menaiki tangga di posisi kiri, ibaratnya menginjak tangan kiri dari Kalajengking, begitu juga sebaliknya, naik melalui tangga kanan menunjukan jari kanan dari Kalajengking. Selanjutnya, jika tamu/rombongan memasuki ke dalam Kedaton, menandakan telah masuk ke perut Kalajengking. Kalajengking, memang hewan kecil berukuran kecil, tapi memliki kekuatan, bahkan bisa mematikan. Namun tak mungkin mematikan para tamu yang berkunjung ke Kesultanan Tidore. Kalajengking tersebut merupakan binatang yang dikhususkan untuk menjaga Kesultanan Tidore, karena itu Filosofi dari Kalajengking sendiri adalah selain kecil, lincah, gesit, tapi dapat mematikan.

Toleransi Beragama

Kesultanan Tidore dikenal kerajaan Islam. Kehidupan keberaegaman tak abai dari lahir, dan eksisnya kerjaan Islam Kesultanan Tidore. Kerajaan Islam Tidore adalah salah satu dari kerajaan besar Islam, yang memiliki toleransi besar terhadap keberagaman agama di Provinsi Maluku Utara. Saking besarnya, setiap misionaris injil tak bisa memasuki wilayah dari Kesultanan Tidore. Pertanyaannya, mengapa ada Agama Kristen?.

PM Kesultanan Tidore, Amin Faruk, menceritakan Kesultanan Tidore walau dikenal sebagai kerjaan Islam, namun di dalam perangkat Kesultanan Tidore tak hanya dari satu agama, buktinya terdapat keterwakilan suku bangsa, dan agama, perwakilan tersebut, antara lain berasal dari Ambon, Provninsi Maluku, Makassar, Sulawesi Selatan, Suku Tinghoa, China, dan otomatis dari Suku Papua.

Tepatnya 5 Februari 1855, jauh sebelum datang ke dua orang misionaris bernama Ottow, dan Gisler, berkebangsaan Jerman, penyebaran injil Kristen ke wilayah Papua selalu mengalami kegagalan, bahkan tak ada satu pun misionaris yang dapat meloloskan misinya, barulah ke dua misionaris datang, dan meminta ijin kepada Sultan Tidore ke 28, Ahmadul Mansur Sirajuddin, karena saat itu, Papu menjadi wilayah Kesultanan Tidore. Tanpa ijin Sultan, siyar agama selain Agama Islam selalu mengalami kegagalan, Otto, dan Gisler pun melanjutkan misi menyiarkan Agama Kristen dengan menginjakkan daerah Mansinam, sebuah daerah yang terletak dekat dengan Manokwari.

Tak sampai di situ, PM Amin Faruk, menjelaskan stelah ke dua misionaris dapat ijin dari Kesultanan, ke duanya diberi pengawalan khusus dari 31 prajurit terlatih. Pengawalan tersebut,  2 diantaranya pengawalan berasal dari Mubaliqh Khotib, 2 orang dari pangeran Sultan, yang ikut mengantarkan mereka masuk ke wilayah Papua, tempat di mana terjadinya penyebar-luasan injil hingga ke Manokwari, sebuah daerah kini menjadi Ibukota Papua Barat. Ini adalah salah satu bukti sejarah, bahwa setiap tanggal 5 Februari warga Papua, selalu merayakan injil masif sambil bercerita tentang Kesultanan Tidore.

Kerajaan Tidore saat itu dikenal memiliki aqidah Islam yang kuat. Tapi dapat memberi ijin kepada agama lain melakukan siyar Agama. Kabar selanjutnya, ke dua misionaris tak kembali lagi, di duga telah menikah, dan menetap di wilayah di mana mereka menyebarkan injil. Kisah toleransi Sultan Tidore, dapat dibuktikan hingga kini ijin dari misionaris masih tercatat di Kesultanan Tidore.

Pertanyaannya, bagaimana nasibnya jika Sultan tidak bijak, sudah pasti selain tak memberi ijin kepada ke dua misionaris, mungkin mereka diperlakukan tidak manusiawi, bisa jadi mereka di bunuh, atau bahkan ditenggelamkan ke laut. Sejarah menganggumkan, betapa Kesultanan Tidore bisa menerima kebaragaman, suku dan agama. Ini kehebatan dari sejarah masa lampau Kesultanan Tidore.

Pelaut Pertama Mengelilingi Dunia

Kesultanan Tidore memiliki sejuta cerita sejarah yang komplit, mengapa tidak, kisah sejarahnya telah mendunia, bahkan pelaku sejarah dari berbagai lintas Eropa, bahkan di berbagai seminar, dan penelitian dilakukan untuk mengungkap siapa, pertama kali mengelilingi dunia sampai ke Nusantara untuk berburu rempah-rempah?.

Sosok nafigator bernama Sebastian del Cano, diketahui lahir sekitar tahun 1486 di Getaria, Spanyol. Tahun 1509 bergabung, dan melakukan ekspedisi melalui jalur jalur Samudra Atlantik, sedangkan rute pelayaran, yakni Spanyol jalur  Samudera Atlantik, kemudian melanjutkan jalur pantai timur Benua Amerika, dan dari Samudera Pasifik Filipina pelayaran terus dilanjutkan oleh Kapten Sebastian del Cano dengan menjumpai wilayah Timur Indonesia.

PM Kesultanan Tidore, Amin Faruk detail menceritakan ke rombongan FKPTPI, suatu kisah nyata dari ekspedisi keliling dunia yang pertama, ternyata dilakukan oleh Spanyol hingga sampai ke Nusantara, abad ke 15. Ekspedisi itu dikenang, bahkan untuk mengenangnyapenjelajahan laut, Spanyol kemudian membangun mendirikan monumen yang dapat di lihat di Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara.

Monumen pelayaran yang mendunia kemudian dibangun dalam rangka memperingati Juan Sebastian de Elcano melabuhkan kapalnya di Pulau Tidore pada tanggal 8 November 1521, belakangan kapal diketahui bernama Trinidad dan Victoria, tepatnya pada tanggal 18 Desember 1521, Juan Sebastian de Elcano kembali melanjutkan pelayaran ke Spanyol, karena itu di sebut perjalanan pelayaran berkeliling dunia yang pertama. Sayangnya, rombongan dari FKPTPI tak diajak melihat langsung monumen dari seorang pelayaran dunia, sebab hanya dijadwalkan di beberap titik, termasuk mendatangi Aula Nuku Kantor Walikota Kota Tidore Kepulauan.

Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kerjasama, Kemahasiswaan, dan Alumni, Abdul Kadir Kamaluddin, Sp. M. Si, mengungkapkan Unkhair setiap kali menjadi tuan rumah kegiatan nasional, maka peserta diajak field trip ke Kota Tikep. Selain itu, pemerintah Kota Tikep dengan Unkhair memiki hubungan erat, sebuah hubungan luar biasa. Pemerintah Tikep mempunyai komitmen memajukan pendidikan yang sangat luar biasa. Bahkan, tahun ini Pemerintah Kota Tikep menghibahkan ke Universitas Khairun (Unkhair) lahan di daratan Oba untuk pembangunan kampus modern.

Bahkan, Pemerintah Kota Tikep juga memberi bantuan untuk pembangunan gedung laboratorium Fakultas Kedokteran Unkhair sebanyak 2 Miliar, dan sudah dalam proses, ini sangat luar biasa Unkhair dapat bantuan dari berbagai pihak, bahkan tak ketinggalan dari Kabupaten/Kota, utamanya Kota Tikep begitu besar memberi perhatian Pendidikan di Maluku Utara.”Field trip ke Tikep selain mitra Unkhair, juga pengen mengenalkan, dan memberi edukasi sejarah bahwa Tidore punya sejarah tak kalah menarik. Sasarannya destinasi wisata ke Kedaton Kesultanan,” tandasnya

Perjalanan wisata, lanjut Warek agar rombongan dapat penjelasan langsung oleh Kesultanan Tidore, bagaimana patriotik, dan nasionalistik Tidore, dan Papua, Irian Barat bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), selepas Proklamasi tahun 1945.”Andaikan Sultan Zainal Abidin Syah, menolak bergabung dengan NKRI, maka Tidore dan Papua Irian Barat bukan bagian dari NKRI. Jadi field trip FKPTPI ke Kedaton selain jalin silaturahim sesama PT, juga menunjang pengetahuan soal sejarah,” tuturnya.

Di sisi lain, kunjungan FKPTPI ke Tidore, selain membahas pembangunan pertanian seutuhnya, prinsipnya yang besar bisa angkat yang kecil, universitas yang mungkin punya pengalaman bisa sama-sama saling mendorong, demi pengembangan PT di tanah air.

Perjalanan tak sampai di situ, kunjungan GB, dan dosen Faperta Se-Indonesia disambut Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan, dan Sumber Daya Manusia (SDM), Walikota Kota Tidore Kepulauan, Yakub Husain, di Aula Sultan Nuku Kantor Walikota, dalam kesempatannya, Yakub Husain menyampaikan selamat datang kepada rombongan GB dan Dosen FKPTPI Wilayah Timur di Kota Tidore Kepulauan.

“Kehadiran rombongan merasa aman, dan nyaman selama berada di kota ini. Dahulu kota ini punya sejarah panjang, salah satunya daerah pernah dikunjungi Ferdinand Magelhaens bersama Juan Sebastian el Cano dalam ekspedisi pertama mereka mengelilingi dunia mencari daerah penghasil rempah-rempah, “tuturnya.

Lebih lanjut, Yakub mengatakan Kota Tidore Kepulauan juga memiliki kekayaan alam dan bahari hingga di pilih salah satu dasar Kota Tidore Kepulauan menggelar Sail Indonesia ke 12 tahun 2022, lalu.Tahun ini menurutnya, Kota Tikep direncanakan menjadi tuan rumah Hari Nusantara ditunjuk oleh Menteri Koordinator Kemaritiman, dan Investasi Republik Indonesia (Kemenko-Marves-RI), Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Pandjaitan. Adanya kunjungan GB dan Dosen FKPTPI Wilayah Timur di Kota Tidore Kepulauan, dapat membawa manfaat.

Di sadari, lanjut Yakub pertanian di Tiket masih banyak yang perlu di perhatikan, dan FKPTPI diharapkan dapat memberi kontribusi berupa masukan, untuk perkembangan pertanian di Tikep.

Dr. Irvan S. Kartawiria, ST, M. Sc, dari Swiss German University (SGU) – Asia, ditemui saat shopping di Rumah Pusat ‘’Oleh- Oleh’’ Zentra Promosi IKM di Kawasan Tugulufa. Ia mengagumi, Tidore adalah sebuah daerah yang hanya di baca, dan di dengar bisa di kunjungi langsung, ternyata setelah mendapatkan penjelasan panjang oleh Perdana Menteri Kedaton Tidore, justru menambah khasanah pengetahuannya tentang sejarah kontribusi, dan kebesarannya.

“Ceritanya menarik, senang di FKPTPI ini diajak berkeliling menelusuri beberapa tempat sejarah, misalnya Kedaton Kesultanan Tidore, belanja sagu, dan kopi khas Tidore di pusat kuliner tradisional, dan masih banyak lagi,” katanya

Irvan, yang juga dosen Engineering Faculty of life Sciences and Technologi, mengapresiasi Fakultas Pertanian Unkhair sebagai tuan rumah dari kegiatan FKPTPI. Menurutnya kegiatan ini harus terus digalkkan, untuk mengedukasi tentang sejarah Tidore, dan melihat dari dekat sisa peninggalan sejarah masa lampau. (humas) Tidore, Laporan Polo Milan/ Editor : Suratin/ Fotografer : Fai