Peringati Hari Kejaksaan ke-80, Kejati Malut dan Unkhair Bikin Seminar Penegakan Hukum Modern

UNKHAIR, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan Universitas Khairun (Unkhair), mengadakan seminar hukum dalam rangka memperingati Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80, Kamis (28/8/2025).

Acara yang berlangsung di Aula Nuku, Kampus II Unkhair, itu dihadiri jajaran akademisi, pejabat kejaksaan, advokat, badan usaha, koalisi masyarakat sipil, dosen hukum dan mahasiswa Fakultas Hukum Unkhair.

Seminar bertajuk “Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam Penanganan Perkara Pidana,” yang menghadirkan pembicara, yakni Yusuf Syamsuddin, S.H., M.H, Dr. Faissal Malik, S.H., M.Hum, serta Dr. Amriyanto, S.H., M.H.

Seminar ini menyoroti pentingnya strategi penelusuran aset dan aliran uang dalam penegakan hukum modern yang berorientasi pada pemulihan kerugian negara.

Rektor Unkhair, Prof. Dr. Abdullah W Jabid, S.E., M.M, dalam sambutannya, menuturkan seminar ini menjadi kegiatan perdana dirinya setelah resmi dilantik sebagai rektor pada 25 Agustus 2025.

“Saya merasa terhormat, karena langkah awal kepemimpinan saya bertepatan dengan momentum besar peringatan Hari Lahir Kejaksaan ke-80. Ini simbol sinergi antara dunia akademik dan penegak hukum,” ujarnya.

Prof. Abdullah menegaskan, DPA atau perjanjian penundaan penuntutan bukanlah pelemahan hukum, melainkan instrumen untuk memperkuat keadilan restoratif.

“Pendekatan ini memberi keseimbangan antara penghukuman, pemulihan kerugian negara, dan kepentingan masyarakat luas,” katanya.

Seminar ini dipandang sebagai contoh konkret kolaborasi antara praktisi dan akademisi. Prof. Abdullah, berharap forum serupa dapat melahirkan pemikiran segar, kritik membangun, dan solusi konkret untuk pembaruan hukum pidana di Indonesia.

Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Herry Ahmad Pribadi, S.H., M.H, menyampaikan hukum seharusnya dipahami sebagai sarana yang dinamis, bukan tujuan akhir.

“Penegakan hukum pidana di masa depan diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mencapai tujuan negara, yakni mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.

Menurut Kajati, mekanisme DPA yang lazim digunakan di sejumlah negara penganut sistem hukum common law dapat menjadi alternatif dalam menangani perkara kejahatan korporasi. Prinsip proporsionalitas, katanya, penting untuk menyeimbangkan kepentingan negara, pelaku, korban, maupun masyarakat.

“Transformasi penegakan hukum harus mengutamakan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya negara, tanpa mengabaikan kepastian hukum,” ujarnya. (Kehumasan)*

______________________________________
Laporan: Acil |Foto: Chessa |Editor: Polo