UNKHAIR, Film dokumenter berjudul Ngomi O Obi (Kami yang di Obi), karya kolaborasi jurnalis visual Arfan Sabran dan TV Tempo, diputar di Universitas Khairun (Unkhair), di Aula Nuku, Gedung Rektorat, Ternate Selasa (15/7/2025).
Film berdurasi 29 menit 57 detik itu mengangkat persoalan sosial dan lingkungan di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Pemutaran film disertai diskusi yang menghadirkan sejumlah narasumber, diantaranya Siti Marnia, petani asal Obi; Ibrahim, nelayan Obi; Anton Aprianto, CEO TV Tempo; Dr. Sulfi Abdul Haji, SE., M.Si, akademisi Universitas Khairun; dan Dony P. Herwanto, Kepala Divisi Kreatif dan Bisnis TV Tempo.
Rektor Unkhair, Dr. M. Ridha Ajam, M.Hum, menyampaikan apresiasi atas pemutaran film ini di kampusnya.
“Saya berterima kasih karena Unkhair dipilih sebagai salah satu lokasi pemutaran dokumenter TV Tempo. Nama Tempo sudah melekat dengan integritas, independensi, dan kredibilitas,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.
Meskipun belum sempat menonton, Dr. Ridha menilai dokumenter ini penting sebagai bagian dari misi memperluas perspektif, menyiapkan tempat, mahasiswa, dan dosen untuk menyaksikan dan berdiskusi, agar memahami lebih dalam situasi di Pulau Obi.
Rektor mengungkapkan bahwa sejak informasi pemutaran disampaikan, ia aktif mencari informasi soal kondisi di Obi.
“Hampir tiap hari saya menonton video terkait Obi, bahkan ada video yang mencatut nama Unkhair,” ucapnya.
Dr. Ridha menegaskan pentingnya membedakan antara pendapat pribadi dan institusi. Karena ada yang membawa nama Unkhair untuk kepentingan pribadi di luar institusi.
Menurut Dr. Ridha, realitas industri tambang di Pulau Obi tak bisa dihindari. Katanya menghentikan industri hampir mustahil karena prosesnya panjang dan melibatkan jaringan internasional. Namun, rektor berharap industri tak hanya berorientasi keuntungan, melainkan juga memberi manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Rektor menyontohkan kerja sama dengan PT. Harita Group yang telah menyumbangkan ambulans dan memberi beasiswa kepada anak-anak dari Pulau Obi.
“Ini perlu dikoordinasikan dengan pemerintah provinsi,” ujarnya.
Dr. Ridha menegaskan bahwa Universitas Khairun memiliki mekanisme penelitian yang jelas melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). “Proposal penelitian harus dikaji, dinilai kelayakannya, dan dipresentasikan,” katanya.
Chief Executive Officer (CEO) TV Tempo, Anton Aprianto menyampaikan pentingnya kritik dan diskusi terbuka.
“Kalau wartawan Tempo tidak siap dikritik, sebaiknya cari profesi lain. Di Tempo, kami diajarkan untuk selalu mendahulukan kepentingan publik,” ujarnya.
Menurut Anton, aspirasi mahasiswa sangat berarti dalam menyampaikan suara masyarakat kepada para pemangku kepentingan.
“Kami ingin membuka ruang dialog yang sehat. Kritik bukan untuk menjatuhkan, tapi memperbaiki,” katanya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara, Fachruddin Tukuboya, mengatakan bahwa pemerintah terbuka terhadap kritik dan aspirasi mahasiswa. Ia mencontohkan kasus demonstrasi mahasiswa BEM Unkhair terkait tambang di Sagea.
“Kami turun ke lapangan dan menindaklanjuti aspirasi mereka,” katanya.
Fachruddin menyebut bahwa pemerintah mendukung kebijakan hilirisasi nasional, namun tidak menutup mata terhadap dampak lingkungan.
“Kami tidak akan tinggal diam jika ada temuan di lapangan. Pencegahan akan terus dilakukan untuk meminimalisir dampak aktivitas pertambangan,” ucapnya. (Kehumasan)*
Penulis: Chesa
Foto: Fai
Editor: Polo

