UNKHAIR–Pusat Tangguh Bencana bersama Kantor Urusan Internasional (KUI) Universitas Khairun (Unkhair) menggelar simposium publik dan workshop, bertempat di Aula Babullah, Rektorat Kampus 2, Gambesi Kota Ternate, Senin (9/12/2024).

Kegiatan ini mengangkat tema “Penguatan Kesiapsiagaan Berbasis Kepulauan dan Penggunaan Teknologi Virtual Reality sebagai Upaya Pengurangan Risiko Bencana”.
Acara ini menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Jo Hukum Soa Sio Kesultanan Ternate, Gunawan Yusuf Radjim, Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Kota Ternate, dan dua perwakilan dari Pusat Tangguh Bencana Unkhair, Deddy Arif dan Maulana Ibrahim. Masing-masing narasumber berbagi pandangan dan pengalaman terkait pentingnya kesiapsiagaan bencana di wilayah kepulauan, khususnya di Maluku Utara.
Simposium dan workshop ini bertujuan untuk memperkuat kesadaran masyarakat serta meningkatkan kapasitas kesiapsiagaan bencana melalui pendekatan berbasis teknologi.
Penggunaan Virtual Reality (VR) sebagai alat untuk simulasi bencana menjadi salah satu inovasi penting yang dibahas dalam acara ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih nyata dan interaktif mengenai ancaman bencana yang mungkin terjadi di wilayah kepulauan.

Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Kota Ternate, Deddy Arif, dalam pemasarannya, menjelaskan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat serta perlunya sinergi lintas sektor dalam menghadapi ancaman bencana.
“Ancaman bencana di Ternate meliputi gunung api, banjir lahar, abrasi, longsor, hidrometeorologi, tsunami, likuifaksi, dan gempa bumi,” ujar Deddy.
Deddy, juga mengungkapkan tantangan utama dalam kesiapsiagaan bencana di Kota Ternate dan wilayah sekitarnya. Beberapa masalah yang perlu diperhatikan antara lain keterbatasan ruang, minimnya pemahaman kebencanaan di kalangan masyarakat, serta peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang belum optimal.
Selain itu, menurutnya sinergi dan kolaborasi antar sektor, termasuk pemerintah dan masyarakat, menjadi kunci utama dalam mitigasi risiko bencana.
“Pembangunan kota sering kali menyentuh kawasan yang seharusnya tidak aman untuk dibangun. Selain itu, akses antar pulau masih terbatas, dan pemahaman masyarakat mengenai ancaman bencana serta pentingnya mitigasi juga belum merata,” jelas Deddy.

Lebih lanjut, Deddy menegaskan untuk mewujudkan kesiapsiagaan bencana yang efektif, dibutuhkan pengetahuan yang memadai, perencanaan yang matang, aksi yang terencana, serta komitmen untuk berkolaborasi secara berkelanjutan.
“Jika hal ini diimplementasikan dengan baik, maka upaya pengurangan risiko bencana dapat tercapai,” tambahnya. (Kehumasan)*